KAMI BPPH PP KARAWANG SIAP MEMBELA KEPENTINGAN HUKUM MASYARAKAT KARAWANG-PANCASILA ABADI

08 January 2019

Apakah Peserta BPJS telah Mendapatkan Jaminan Kesehatan Maksimal sebagai Peserta BPJS

Oleh : Rendi Apriansyah, S.H. (Sekretaris BPPH PP Karawang)
Berdasarkan ketentuan Pasal 14 UU 24/2011 tentang BPJS yang mengatur tentang kepesertaan wajib BPJS Kesehatan, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial. Sungguh luar biasa hukumnya wajib bagi Warga Masyarakat mengikuti program Jaminan Sosial tersebut. Disatu sisi Pemerintah sangat memberikan perhatian kepada warganya arti pentingnya kesehatan, disatu sisi perhatian itu tidak didukung dengan penegakkan hukumnya. Kenapa demikian, masih banyak keluhan-keluhan masyarakat khususnya Masyarakat Karawang yang menggunakan fasilitas BPJS diabaikan dan tidak diperhatikan secara layak. Contoh sederhana beberapa masyarakat keluhan dengan pertanyaan pegawai Rumah Sakit yang ikut penyelenggara BPJS, "Umum apa BPJS?" jika masyarakat menjawab BPJS selalu banyak alasan seperti tidak ada ruangan, penuh dan lain sebagainya, namun jika masyarakat mengatakan Umum maka langsung ditanggapi secara baik dan ramah. Kondisi ini banyak terjadi, dan masyarakat yang awam selalu mengeluh dan mengurut dada ketika melihat tindakan dan sikap acuh pegawai RS sakit ketika mengetahui Warga itu akan menggunakan BPJS.

Dari sisi pelayanan rekanan BPJS apakah itu Rumah Sakit atau Klinik, haruslah selalu dikontrol oleh pihak BPJS dan menempatkan pegawainya secara khusus untuk mengurus warga masyarakat BPJS di setiap RS atau Klinik. Agar terjamin hak Peserta BPJS itu benar-benar terjamin dan dihargai oleh para pegawai RS/Klinik tersebut. Padahal, RS/klinik kesehatan harus paham dimana Peserta BPJS/Asuransi swasta lainnya adalah bentuk jaminan yang diberikan pemerintah/perusahaan terhadap warganya untuk mendapatkan pelayanan yang layak dan yang pasti itu adalah PASTI DIBAYAR dan tidak akan ada warga masyarakat BPJS akan kabur dan tidak mau membayar sebab sudah ada BPJS. Kenapa sebagian besar RS/Klinik selalu menganggap peserta BPJS sebelah mata??? ini harus dijawab oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan juga Instansi BPJS.

Kami banyak menerima pengaduan atas sikap dan tindakan Petugas/pegawai RS/Klinik yang terkesan cuek, kasar/tidak ramah terhadap peserta BPJS. Untuk meminimalisir adanya tindakan pengabaian atas Peserta BPJS dalam pelayanan, semestinya Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/Instansi BPJS menempatkan petugasnya untuk melayani khusus dan istimewa dan atau membuat kontrak kerjasama yang ketat dan berpihak kepada masyarakat. Jika hari ini Instansi BPJS membatalkan kerjasama dengan beberapa klinik karena alasan ijin, kedepannya BPJS harus mempeketat kerjasama lebih kepada sikap pelayanan publiknya, agar masyarakat BPJS bisa benar-benar merasakan nikmatnya BPJS yang diwajibkan tersebut.
Masyarakat secara hukum yang mengikuti program BPJS, memiliki hak untuk menuntut pihak BPJS jika mengalami kondisi yang tidak adil dan perlakuan kasar oleh petugas kesehatan/pegawai ketika menggunakan Kartu BPJS ketika di Rumah Sakit/Klinik yang menjadi rekanan BPJS. Hal ini sesuai dengan ketentuan Perlindungan hak-hak Konsumen, karena BPJS telah memberikan jaminan pelayanan kesehatan secara baik, namun ketika pelayanannya tidak baik maka hak konsumen berlaku dalam kondisi tersebut.
 Kedepannya kami dari BPPH PP Karawang akan membuka pengaduan khusus untuk warga masyarakat Karawang yang mengalami ketidakadilan dalam menggunakan jaminan BPJS tersebut. Hak-hak warga masyarakat akan kami lindungi jika BPJS dan Rekanannya mengabaikannya, silahkan kepada Masyarakat Karawang yang merasa hak-hak hukumnya diabaikan dengan menghubungi kami atau bisa datang ke sekretariat kami untuk mendapatkan bantuan hukum secara pro-bono (gratis). Ini salah satu bentuk keprihatinan kami banyaknya warga yang terabaikan hak-haknya sekalipun mereka telah memiliki BPJS. (RA)

Kontroversial Surat Edaran Bupati Karawang

Oleh: Andhika Kharisma, S.H. (Bendara BPPH PP Karawang)

Beberapa minggu ini Kabupaten Karawang diributkan dengan terbitnya Surat Edaran Bupati Karawang terkait Himbauan Pembayaran Rekening Listrik Pascabayar Tepat Waktu. Beberapa elemen masyarakat Karawang baik dari pihak Anggota Legislatif, Politisi dari beberapa Partai dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memberikan tanggapan negatif terhadap hadirnya Surat Edaran Bupati tersebut.

Surat Edaran (SE) Bupati semestinya hanya sekedar menjelaskan atau memuat petunjuk teknis suatu peraturan umum. Tetapi SE tersebut telah membuat norma baru yang akhirnya membingungkan dan menuai kontroversi. Apalagi kalau nantinya sampai SE itu lebih dipatuhi bawahan di pejabat pembuat SE ketimbang peraturan perundang-undangan. Kadang-kadang SE dapat kita pahami memang seperti peraturan, tapi sifatnya intern saja dan tidak berdampak kepada pihak Masyarakat.

Sekalipun SE Bupati Karawang tersebut memuat dasar hukum dan hanya berisi Himbauan agar masyarakat memenuhi suatu ketaatan dalam membayar rekening listrik secara tepat waktu, namun di dalam SE tersebut dalam Point 2 nya jelas dan tegas mengisyaratkan kepada PLN untuk menindak tegas jika masyarakat Kabupaten Karawang menunggak pembayaran 1 (satu) bulan atau lebih. Dampak lainnya adalah pihak PLN akan selalu berlindung dengan SE Bupati tersebut, bisa dengan ungkapan seakan-akan : "bahwa Bupati anda saja sudah menyetujui kok untuk dilakukan pemutusan". nah jika ini terjadi Masyarakat bagaimana bisa mendapatkan perlindungan hukum, Kepala Daerahnya saja sudah menginstruksikan hal tersebut. Lebih jelas lagi ketidakadilan itu adalah ketika Masyarakat menunggak 1 (satu) bulan langsung dikenakan sanksi pemutusan sementara, sedangkan lembaga perbankan atau pembiayaan lainnya saja akan menindak tegas itu jika sudah menunggak 3 (tiga) bulan berturut-turut dan sebelumnya memberikan teguran/peringatan terlebih dahulu.

Dalam perkara Pembayaran Listrik ini, SE Bupati tidak lagi memberikan ruang kesempatan kepada masyarakat dengan memberikan peringatan namun langsung dibebankan sanksi Pencabutan. Luar bisa keberadaan SE Bupati tersebut, ini Bupati Karawang sudah membuat aturan hukum sendiri dan kami menganggapnya sudah melewati kewenangannya (Ultra Vires).

Selanjutnya di Permendagri no. 55 tahun 2010 pasal 1 butir 43 dijelaskan :Surat Edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan dan/atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak. Mengingat isi Surat Edaran hanya berupa pemberitahun, maka dengan sendirinya materi muatannya tidak merupakan norma hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundangan-undangan. Oleh karena itu Surat Edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir peraturan Menteri, apalagi Perpres atau PP tetapi semata-mata hanya untuk memperjelas makna dari peraturan yang ingin diberitahukan. Surat Edaran mempunyai derajat lebih tinggi dari surat biasa, karena surat edaran memuat petunjuk atau penjelasan tentang hal-hal yang harus dilakukan berdasarkan peraturan yang ada. Surat Edaran bersifat pemberitahuan, tidak ada sanksi karena bukan norma. Dengan adanya dasar tersebut dapat kita ambil analoginya terhadap SE Bupati tidak boleh memuat norma baru dan sanksi. 
Solusi terbaik buat Bupati Karawang tidak menerapkan/Mencabut SE tersebut, atau dilakukan revisi materi SE hanya himbauan kepada pejabat internal bupati untuk membantu kelancaran pembayaran listrik dilingkungan masing-masing tanpa sedikitpun memberikan sanksi-sanksi. SE Bupati itu akan lebih sesuai aturan dan tidak akan memberikan dampak negatif atau kontroversi di kalangan masyarakat Karawang.
Namun, jika sekiranya SE Bupati tersebut tetap diberlakukan maka warga masyarakat punya hak untuk melakukan gugatan atas tindakan Bupati yang telah menerbitkan dan memberlakukan Surat Edaran tersebut. Gugatan tersebut bisa ke Pengadilan Negeri Karawang atas adanya tindakan yang ultra vires atau perbuatan melawan hukum (on rechtmatige daad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan/atau Gugatan Tata Usaha Negara atas diterbitkannya Surat Edaran yang mengandung keputusan/beshicking melalui Peradilan Tata Usaha Negara.