KAMI BPPH PP KARAWANG SIAP MEMBELA KEPENTINGAN HUKUM MASYARAKAT KARAWANG-PANCASILA ABADI

12 November 2018

Wongso Ajukan Peninjauan Kembali Jessica tetap bersikukuh tidak membunuh Mirna dengan sianida

Jakarta, IDN Times - Kalian masih ingat kasus kematian seorang perempuan bernama Wayan Mirna Salihin? Perempuan berusia 27 tahun itu tewas secara mendadak, yang belakangan disebut oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akibat adanya racun sianida yang dimasukan ke dalam kopi tetes Vietnam di sebuah pusat perbelanjaan. Kopi itu dipesan oleh sang sahabat, Jessica Wongso yang telah diputus bersalah oleh majelis hakim pada 27 Oktober 2016 lalu. 

Hakim Ketua Kisworo ketika itu menyatakan terbukti bersalah karena telah melakukan pembunuhan berencana terhadap sahabatnya itu. Menurut hakim, Jessica membunuh Mirna karena sakit hati lantaran pernah dinasihati agar putus dari pacarnya, warga Australia bernama Patrick O'Connor. 

  • "Terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana yang menghilangkan nyawa orang," ujar Hakim Ketua Kisworo ketika itu. 

Atas perbuatan itu, maka majelis hakim menjatuhkan vonis 20 tahun penjara bagi Jessica. Air mata pun terlihat jatuh di pipi Jessica ketika mendengar vonis yang dibacakan oleh majelis hakim. Ia masih tidak percaya telah dituduh membunuh Mirna, suatu perbuatan yang sejak awal telah disangkalnya. 

Hal itu sudah ia sampaikan di dalam surat pembelaan yang dibacakan oleh Jessica pada 12 Oktober 2016 lalu. 

"Saya tidak tahu harus berbuat apa. Apa benar, ini gara-gara kopi? Tapi satu hal yang saya tahu dan yakin, saya tidak menaruh racun di dalam kopi yang diminum oleh Mirna," kata Jessica dengan mata berkaca-kaca pada hari itu. 

Namun, majelis hakim memutuskan hal berbeda. Bahkan, ketika ia mencari keadilan di tingkat kasasi pun juga tidak berhasil. Ketua majelis kasasi, Artijo Alkostar, pada 22 Juni 2017 lalu, menolak kasasi Jessica. 

Jessica pun kemudian mengajukan peninjauan kembali karena masih bersikukuh tidak membunuh sahabatnya sendiri. Lalu, apa kata kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan? Berikut penuturannya kepada IDN Times. 




Selengkapnya klik link dibawah ini!




https://www.google.co.id/amp/s/www.idntimes.com/news/indonesia/amp/santi-dewi/terpidana-kasus-kopi-sianida-jessica-wongso-ajukan-peninjauan-kembali-ma

Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Desa


Halo sahabat hukum karawang, sudah tau belum dasar hukum atau aturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur tentang penyelesaian hasil pemilihan kepala desa? Dikarenakan banyaknya masalah sengketa hasil pemilu kepala desa yang terjadi di karawang, dibawah ini akan kita terangkan bagaimana sih prosedur penyelesaian sengketa pemilu desa.

Dasar hukum yang menjadi pedoman untuk menjawab sengketa pilkades adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“PP 47/2015”).

Pada dasarnya, pemilihan kepala desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota.Pemerintahan daerah kabupaten/kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan kepala desa secara serentak dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Jadi, selain diatur dalam UU Desa, tata cara pemilihan kepala desa diatur lagi lebih khusus dalam suatu peraturan daerah setempat.

Berdasarkan penelusuran kami dalam UU Desa, berikut antara lain poin-poin penting yang diatur dalam UU Desa terkait pemilihan kepala desa:

1. Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”) memberitahukan kepada kepala desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan kepala desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
2. Panitia pemilihan kepala desa dibentuk oleh BPD.
3. Panitia pemilihan kepala desa terdiri atas unsur perangkat desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat desa.
4. Syarat-syarat calon kepala desa secara rinci diatur dalam Pasal 33 UU Desa. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam artikel Bolehkah Calon Kepala Desa Tidak Berasal dari Desa yang Bersangkutan?
5. Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa.
6. Biaya pemilihan kepala desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
7. Calon kepala desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak.

Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Desa.

Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala desa, kita mengacu pada Pasal 37 ayat (6) UU Desa yang berbunyi:

(1)  Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak.
(2)  Panitia pemilihan Kepala Desa menetapkan calon Kepala Desa terpilih.
(3)  Panitia pemilihan Kepala Desa menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Badan Permusyawaratan Desa paling lama 7 (tujuh) hari setelah penetapan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)  Badan Permusyawaratan Desa paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan panitia pemilihan menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Bupati/Walikota.
(5)  Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota.
(6)  Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

Dengan demikian, bupati/walikota daerah setempatlah yang diberikan kewenangan oleh UU Desa untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala desa.

Dasar hukum lain yang lebih khusus mengatur tentang perselisihan mengenai hasil pemilihan kepala desa adalahPasal 41 ayat (7) PP 47/2015 yang berbunyi: "Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala desa, bupati/walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari."

Perselisihan yang dimaksud dalam ketentuan ini di luar perselisihan yang terkait dengan pidana. Seperti yang dilihat dalam kedua ketentuan di atas, keduanya kurang spesifik mengatur mengenai penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa. Namun, sebagaimana yang kami jelaskan di awal, pengaturan pemilihan kepala desa pada praktiknya dituangkan kembali dalam peraturan daerah setempat.



Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa (“Perkab Sleman 1/2014”). Selain mengatur mengenai jangka waktu bagi bupati untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala desa yaitu 30 hari, Perkab Sleman 1/2014 juga mengatur khusus tentang bagaimana mekanisme penyelesaian tersebut.

Apabila setelah penyelesaian perselisihan dalam jangka waktu tersebut masih terdapat pengajuan keberatan atas penetapan calon kepala desa terpilih, maka pelantikan calon kepala desa terpilih tetap dilaksanakan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat kami simpulkan bahwa pada dasarnya, kewajiban penyelesaian perselisihan mengenai hasil pemilihan kepala desa itu ada pada bupati/walikota daerah yang bersangkutan dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan kepala desa. Dalam praktiknya, pengaturan mengenai penyelesaian perselisihan itu dituangkan kembali dalam peraturan daerah setempat.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana yang diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
3. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desasebagaimana diubah terakhir kalinya dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa.
Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU Desa
Pasal 32 ayat (1) UU Desa
Pasal 32 ayat (2) UU Desa
Pasal 32 ayat (4) UU Desa
Pasal 34 ayat (1) UU Desa
Pasal 34 ayat (6) UU Desa
Pasal 37 ayat (1) UU Desa
Penjelasan Pasal 41 ayat (7) PP 47/2015
Pasal 28 ayat (5) dan (6) Perkab Sleman 1/2014
Pasal 29 Perkab Sleman 1/2014

Sumber: HukumOnline