KAMI BPPH PP KARAWANG SIAP MEMBELA KEPENTINGAN HUKUM MASYARAKAT KARAWANG-PANCASILA ABADI

29 November 2018

PENYAKIT MENAHUN MASALAH PUNGLI #ILCTVONE


OTT PUNGLI YANG DILAKUKAN OLEH PERANGKAT DESA


Sofyan Jalil: Prona buat warga...Hati-hati yang bermain Pungli!



Pungli 702 Sertifikat Tanah, Kades dan Panitia PTSL di Mojokerto Dibui




Foto: Enggran Eko Budianto
Mojokerto - Program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya ditujukan untuk memudahkan warga mengurus sertifikat tanah, justru menjadi lahan pungutan liar (pungli) bagi segelintir oknum. Seperti yang terjadi di Desa Selotapak, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.

Kapolres Mojokerto AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, pada Januari 2017, Badan Pertahanan Nasional (BPN) menetapkan Desa Selotapak sebagai salah satu penerima program PTSL. Sebanyak 702 bidang tanah milik warga menjadi sasarannya.

Kades Selotapak Tisno (46), warga Dusun Jaten, Desa Selotapak pun membentuk panitia PTSL. Setelah panitia terbentuk, ia melakukan sosialisasi kepada para penerima program PTSL terkait biaya yang harus dibayar, yaitu sebesar Rp 600 ribu/bidang tanah.

"Panitia sepakat membuat pungutan Rp 600 ribu per bidang tanah dengan alasan untuk biaya materai dan patok tanah," kata Leonardus saat jumpa pers di kantornya, Jalan Gajah Mada, Mojosari, Selasa (9/10/2018).

Padahal menurut mantan Kapolres Batu ini, program PTSL seharusnya gratis. Setiap penerima hanya diminta membeli materai dan patok tanah yang memang tak dianggarkan oleh pemerintah.

Di sinilah Kades Selotapak, Tisno menyalahgunakan wewenangnya. Ia diduga berniat mencari keuntungan pribadi dengan meminta 702 penerima program PTSL untuk membayar Rp 600 ribu/bidang tanah. Biaya tersebut di luar batas kewajaran.

Bahkan setelah diusut, Tisno ternyata bersekongkol dengan panitia PTSL untuk meraup keuntungan pribadi. Mereka membagi dana yang dikumpulkan dari 702 penerima program tersebut untuk dinikmati sendiri.

Menurut Leonardus, Tisno memperoleh jatah 45 persen atau Rp 260 ribu/bidang dana hasil pungli itu, sedangkan 55 persen sisanya atau Rp 340 ribu/bidang diperuntukkan sebagai honor panitia dan biaya operasional PTSL.

"Hasil penyidikan kami, Rp 180 juta diberikan ke Kades Selotapak. Dengan rincian Rp 125 juta dikirim panitia ke Kades via transfer, Rp 55 juta diserahkan secara tunai," terang Leonardus.

Dalam kasus pungli program sertifikat tanah ini, lanjut Leonardus, pihaknya menetapkan 5 orang sebagai tersangka di antaranya Tisno, Ketua Panitia PTSL Lanaroe (51), Wakil Panitia Isnan (51), Anggota Panitia PTSL Slamet Santoso (46) dan Bendahara Desa Selotapak Muslik (36).

"Para tersangka kami kenakan Pasal 12 huruf e terkait Pemerasan dan Pasal 11 terkait Gratifikasi UU RI No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara," tandasnya. (lll/lll)

Sumber: Detikcom

Soal Pungli Sertifikasi Tanah, Menteri Sofyan Djalil: Kita Akan Bicara dengan Wali Kota


JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus gencar merealisasikan Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) yakni pembagian sertikat tanah kepada masyarakat secara gratis.
Kendati demikian proses yang seharusnya bebas biaya ini, ternyata menjadi sasaran oknum pemerintah melakukan Pungutan Liar (Pungli).

Ini terjadi pada sekira 127 Kepala Keluarga yang tinggal di Jalan Menjangan, RT 01 RW 03, Pondok Ranji Ciputat Timur, Tangerang Selatan (Tangsel). Di mana warga dalam pengurusan 1 sertifikat tanah harus mengeluarkan biaya minimal sebesar Rp1 juta.
Hal ini terjadi pada bulan Desember lalu di mana Ketua RT di Kelurahan Pondok Ranji, Ciputat Timur, menyatakan adanya permintaan Sekretaris Lurah Kelurahan Pondok Ranji mengenai biaya Rp1 juta.

Permintaan ini dibeberkan dalam rapat yang dihadiri sekira 17 pengurus RT pada tanggal 13 Desember lalu di kantor Kelurahan. Selanjutnya, Ketua RT yang menyosialisasikan keputusan dalam rapat itu kepada warganya tentu mendapatkan keluhan dari warga.
Menanggapi hal ini, Menteri ATR/BPN Sofyan Djahlil menyatakan akan segera menindaklanjuti permasalahan pungli dengan wali kota terkait.

"Nanti kita cek ke pemda (pemerintah daerah dan wali kota), karena itu enggak boleh. Kita akan bicara dengan ibu wali kota nanti, kota Tangsel. Bahkan di beberapa tempat itu pemdanya yang membiayai," ujar Sofyan kepada Okezone.
Dia menjelaskan, bila memang harus membayar hal tersebut ada aturannya dalam SKB 3 Menteri namun dengan besaran biaya tak mencapai Rp1 juta.
SKB 3 Menteri ini antara Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa, Pembangungan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yakni Nomor 34 Tahun 2017 tentang pembiayaan, persiapan, pendaftaran tanah sistematis.
"Ada ketentuan yang SKB 3 Menteri, boleh. Itu ada ketentuannya, kalau ada peratuaran desa boleh, tapi ga bisa mahal-mahal begitu," jelas dia.
Dia pun memastikan bila hal tersebut terbukti maka Tim Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) akan menangkapnya.
"(Pasti) ditangkap Saber Pungli. Karena itu enggak boleh. Kalau memang itu terbukti, menjadi urusan Saber Pungli yang tangkep. Masa hari-hari begini masih berani kayak begitu," tukasnya.
Sofyan mengatakan hal yang pasti adalah kementerian akan segera berkordinasi dengan wali kota. Dimana walikota akan melakukan investigasi untuk memastikan kebenaran kasus tersebut.
"Kementerian akan koordinasi dengan wali kota dulu karena laporan belum tentu benar. Wali kota akan lakukan investigasi internal dulu," tutupnya.

Sumber: Okezone